Gold Coast Office Tower A Lt.15D, PIK, Jakarta Utara
blog img

Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah melakukan upaya perubahan kebijakan mengenai kelembagaan dan pengelolaan perizinan di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB), yang biasa disebut kawasan bebas atau free trade zone (FTZ). Kebijakan yang dimaksud ialah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan KPBPB yang merupakan penggabungan dari PP tindak lanjut Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dengan PP Nomor 10 Tahun 2012 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

“Penetapan kebijakan ini juga untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional yang dibutuhkan di masa pandemi sekarang ini. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menindaklanjutinya dengan menerbitkan PMK Nomor 34/PMK.04/2021 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan yang Telah Ditetapkan sebagai KPBPB. Dalam peraturan inilah peran Bea Cukai dibutuhkan sebagai garda terdepan dalam mengawasi lalu lintas barang dari luar dan dalam negeri,” jelas Kasubdit Fasilitas Kawasan Khusus Bea Cukai, Asep Ajun Hudaya pada Kamis (15/07).

Perubahan kebijakan ini, lanjut Asep sangat dibutuhkan oleh pihak pengusaha untuk mendapatkan kelancaran arus lalu lintas barang dan pengembangan bisnisnya, karena di samping kemudahan-kemudahan posedur kepabeanan, dalam perubahan kebijakan ini juga telah mengakomodir kegiatan logistik untuk mengembangkan kawasan bebas, khususnya Batam, sebagai hub logistik. “Sedangkan bagi Bea Cukai kebutuhan dalam perubahan kebijakan ini untuk perbaikan kinerja pelayanan menjadi lebih efisien dan pengawasan yang lebih efektif. Selain itu, untuk memberikan kepastian hukum baik Bea Cukai maupun pelaku usaha,” ungkapnya.

Ditambahkan Asep, selaras dengan UU Cipta Kerja, kebijakan ini dikeluarkan untuk mendorong daya tarik investor untuk menanamkan modal di kawasan bebas sehingga tercipta lapangan lapangan kerja baru yang pada giliranya akan meningkatkan perekonomian nasional. Perbaikan kebijakan fasilitas fiskal dan prosedur kepabenan di kawasan bebas ini diharapkan bisa menjadikan kawasan bebas sebagai lokomotif dalam percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.

Adapun tiga pokok pengaturan dalam 34/PMK.04/2021 ialah pertama, menyempurnakan dan mengharmonisasikan peraturan kepabeanan di kawasan bebas dan peraturan kepabeanan yang berlaku secara umum yang sudah mengalami perubahan, seperti ketentuan penyerahan pemberitahuan RKSP/inward manifest/outward manifest dan ketentuan pemeriksaan fisik.

Kedua menambahkan ketentuan yang ada di peraturan kepabeanan secara umum yang belum diatur dalam peraturan kepabenan di kawasan bebas terdahulu. Salah satunya mengenai Batam Logistic Ecosystem (BLE) dan authorized economic operator (AEO) yang sebelumnya belum diatur.

Ketiga, penambahan ketentuan kepabeanan baru untuk mengakomodasi proses bisnis sesuai dengan karakteristik kawasan bebas. Misalnya, ketentuan mengenai ship to ship (STS) dan floating storage unit (FSU) yang dilakukan di perairan kawasan bebas. Selain itu, ada pula pengaturan mengenai pendayagunaan IT inventory bagi pengusaha logistik untuk kepentingan kelancaran layanan dan pengawasan atas barang logistik di kawasan bebas.

Diketahui, pada semester I tahun 2021, nilai fasilitas pembebasan di KPBPB senilai Rp19,986 triliun terdiri dari pembebasan bea masuk sebesar Rp5,361 triliun dan pajak dalam rangka impor (PDRI) sebesar Rp14,625 triliun. Aktivitas pemasukan barang dari luar daerah pabean ke KPBPB (impor) dan pengeluaran barang dari KPBPB ke luar daerah pabean (ekspor) cenderung mengalami peningkatan pada semester I tahun 2021 dibandingkan periode yang sama tahun 2020. Nilai ekspor KPBPB semester I tahun 2021 senilai USD6,521 miliar, dengan volume 7,597 miliar MT, mengalami peningkatan 39,4% dibandingkan semester I tahun 2020. Sedangkan nilai impor dari luar daerah pabean ke KPBPB semester I tahun 2021 senilai USD7,313 miliar dengan volume 3,316 miliar MT, mengalami kenaikan 59,5% dibandingkan semester I tahun 2020.

“Tentunya kami tidak ingin kebijakan baru ini menyulitkan masyarakat yang ingin melakukan usaha di kawasan bebas. Oleh karena itu public hearing dan permintaan masukan saat perumusan kebijakan ini juga sudah dilakukan sehingga diharapkan kebijakan baru ini dapat mengakomodasi kebutuhan baik itu pelaku usaha maupun pemangku kepentingan yang berada di kawasan bebas sehingga tercipta suasana usaha yang kondusif,” tutup Asep.

Tags: