Gold Coast Office Tower A Lt.15D, PIK, Jakarta Utara
blog img

Jakarta, 07-11-2020 – Di tahun 2020, pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia menjadi isu utama kinerja tiap sendi kehidupan, yang awalnya merupakan permasalahan kesehatan, lalu merambat menjadi pemicu permasalahan ekonomi dan sosial. Untuk pulih dari situasi tersebut, Bea Cukai berperan penting dalam mempertahankan gerak roda perekonomian negara, terutama dalam membantu upaya pemerintah menanggulangi turbulensi ekonomi karena pandemi.

Di tengah pelemahan ekonomi nasional dan perlambatan volume perdagangan dunia, Bea Cukai menunjukkan kinerja yang baik dengan mencatatkan realisasi penerimaan 103,48% di sepanjang tahun 2020, melampaui target Perpres 72. Penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp212,85 triliun atau lebih tinggi dari targetnya dalam Perpres 72 yang sebesar Rp205,68 triliun. Surplus tersebut didapat dari semua komponen penerimaan, seperti bea masuk (BM), bea keluar (BK), dan cukai. Selain penerimaan kepabeanan dan cukai, terdapat komponen penerimaan pajak dalam rangka impor (PDRI) lain seperti PPN Impor, PPn BM Impor, dan PPh Pasal 22 Impor yang pemungutannya dilakukan oleh Bea Cukai. Realisasi PDRI hingga 31 Desember 2020 adalah sebesar Rp170,35 triliun. Alhasil, total penerimaan negara yang dihimpun Bea Cukai sepanjang tahun 2020 adalah Rp383,20 triliun. Capaian penerimaan Bea Cukai ini berkontribusi sekitar 35% dari penerimaan perpajakan atau sekitar 23% dari total pendapatan negara.

Realisasi penerimaan BM hingga 31 Desember 2020 mencapai Rp32,30 triliun atau 101,46% dari target Perpres 72. Penerimaan BM dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pelemahan impor nasional yang terdampak pandemi. Sektor utama yang berkontribusi hingga 90% penerimaan BM, yaitu industri pengolahan dan perdagangan besar/eceran, mengalami tekanan sehingga tumbuh negatif. Namun demikian, perbaikan impor nasional di akhir tahun yang disertai upaya pengawasan yang efektif dan penguatan program sinergi, mampu mengantarkan capaian positif.

Dalam upayanya mengumpulkan penerimaan BM, Bea Cukai juga tetap berperan aktif dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan menyiapkan insentif berupa pembebasan maupun BM ditanggung pemerintah, untuk impor alat-alat dan kebutuhan kesehatan yang digunakan dalam penanganan pandemi (PMK-34/PMK.04/2020 jo PMK-83 & Jo PMK-149).

Permintaan yang mulai pulih, dengan ditandai membaiknya harga komoditas utama terkena BK di pasar dunia, berpengaruh positif terhadap penerimaan BK. Realisasi penerimaan BK hingga 31 Desember 2020 mencapai Rp4,24 triliun atau tumbuh 20,23% dibandingkan periode tahun 2019. Capaian tersebut didorong kinerja sektor pertambangan/penggalian dan industri pengolahan yang kontribusi keduanya mencapai 87%, dan mampu tumbuh masing-masing 3,34% dan 176,62%.

Kebijakan cukai yang tepat dan efektif, serta pengawasan atas barang kena cukai (BKC) ilegal mampu meningkatkan pendapatan cukai yang hingga akhir tahun 2020 mencapai Rp176,31 triliun atau tumbuh 2,25 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Realisasi penerimaan cukai HT per tanggal 31 Desember 2020 adalah Rp170,24 triliun atau tumbuh 3,26% (yoy). Kondisi pandemi berpengaruh pada penurunan jumlah produksi HT, dampak dari penurunan permintaan pasar yang tergerus daya belinya. Namun demikian, kebijakan penyesuaian tarif cukai dan operasi pengawasan rokok ilegal (Operasi Gempur) efektif mengawal penerimaan cukai HT hingga akhir tahun.

Bea Cukai juga memberikan kontribusi pada program PEN pada komponen penerimaan cukai HT, berupa pemberian relaksasi pelunasan pita cukai menjadi tiga bulan yang seharusnya dibayar dalam tempo dua bulan (PMK-30/PMK.04/2020). Insentif ini efektif membantu industri rokok dalam mempertahankan usahanya di tengah pelemahan permintaan pasar.

Kinerja penerimaan cukai MMEA hingga akhir tahun 2020 adalah Rp5,76 triliun atau tumbuh negatif 21,52%. Kebijakan penanggulangan pandemi berupa pembatasan sosial berskala besar (PSBB), memukul sektor pariwisata nasional yang merupakan fundamental penerimaan cukai MMEA. Alhasil, produksi MMEA mendapatkan tekanan yang berat sehingga berpengaruh pada capaian sepanjang tahunnya.

Penerimaan cukai EA menjadi komponen penerimaan yang tumbuh paling signifikan sebesar 97% dibandingkan komponen penerimaan lainnya. Meningkatnya permintaan akan EA di masa pandemi yang merupakan bahan dasar pembuatan produk sanitasi/desinfektan, menjadi faktor utama pendorong penerimaan yang mencapai Rp240 miliar.

Stimulus yang diberikan Bea Cukai pada program PEN terkait penerimaan cukai EA adalah berupa pembebasan cukai EA (SE-04/BC/2020). Fasilitas tersebut bisa diajukan oleh pengusaha atau tempat penyimpanan EA berdasarkan pemesanan dari instansi pemerintah dan organisasi nonpemerintah yang terkait dengan pencegahan penyebaran virus. Selain itu, pembebasan cukai EA merupakan bentuk upaya Bea Cukai untuk masyarakat dalam mendapat hand sanitizer murah.

Di tahun 2021, target penerimaan kepabeanan dan cukai pada APBN adalah Rp214,96 triliun atau meningkat sebesar 0,99% dari pencapaian tahun 2020. Penerimaan BM ditargetkan sebesar Rp33,2 triliun atau meningkat 2,7 persen dibandingkan penerimaan tahun 2020. Optimisme capaian penerimaan BM tahun ini, diharapkan didorong oleh mulai pulihnya aktivitas impor seiring membaiknya perekonomian Indonesia di tahun 2021 dan penguatan pengawasan impor.

Penerimaan BK pada APBN 2021 ditargetkan sebesar Rp1,8 triliun atau meningkat 8,1 persen dibandingkan target penerimaan tahun 2020. Penerimaan BK diperkirakan dipengaruhi oleh volume perdagangan internasional yang diharapkan membaik seiring mulai pulihnya ekonomi dunia dan tren kenaikan harga komoditas unggulan.

Penerimaan cukai ditargetkan sebesar Rp180 triliun pada APBN 2021, dengan rincian cukai HT Rp173,8 triliun, dan sisanya Rp6,2 triliun menjadi target cukai MMEA dan EA. Penerimaan cukai tersebut naik 2,09 persen dibandingkan pencapaian tahun 2020. Faktor-faktor yang diperkirakan memengaruhi penerimaan cukai di tahun 2021, antara lain berupa dampak kebijakan penyesuaian tarif cukai, rencana implementasi pengenaan objek cukai baru (kantong belanja plastik), hingga pengawasan atas peredaran rokok ilegal yang terus diperkuat di tahun 2021.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi mengatakan dalam rangka pengamanan target penerimaan yang diamanatkan pada APBN Tahun 2021, langkah-langkah atau kebijakan pengamanannya jelas harus disiapkan. “Bea Cukai akan berupaya memberikan kemudahan logistik dan perlindungan masyarakat untuk mendukung pemulihan ekonomi dan mendorong penerimaan negara. Selain itu, langkah dalam memberikan relaksasi pelayanan juga disiapkan. Relaksasi tersebut diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi para pengguna jasa, sehingga akan meningkatkan kepatuhan dalam proses pemenuhan kewajiban kepabeanan dan cukai,” katanya.

Penyempurnaan juga terus dilakukan pada regulasi administrasi penerimaan, proses bisnis pemeriksaan, pengelolaan penerimaan, keberatan, dan peningkatan pemenangan sengketa di pengadilan pajak. Tidak ketinggalan adalah penguatan pengawasan yang diharapkan dapat mengamankan hak penerimaan negara.

Terlepas dari pengamanan target penerimaan, Bea Cukai menurut Heru juga tetap mendukung upaya pemerintah dalam upaya pemulihan ekonomi terdampak pandemi. Pemberian insentif berupa relaksasi prosedur kepabeanan dan cukai misalnya, diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Fasilitas pembebasan BM untuk sektor-sektor yang terkena dampak pun, juga dipertimbangkan untuk disiapkan.

“Bea Cukai percaya bahwa tantangan dalam pencapaian target tahun 2021 tidak lebih mudah dari tantangan tahun lalu, bahkan lebih berat mengingat targetnya yang meningkat. Namun keyakinan dan optimisme harus tetap ada, dengan cara mengelola tantangan dan memaksimalkan potensi yang disertai langkah-langkah kongkrit demi Bea Cukai yang makin baik,” ujar Heru.

Tags: