- rtsekspedisi
- Dec 16, 2020
- Bea Cukai
- 0 Comments
Jakarta – Peneliti Indef Andry Satrio Nugroho, menyebut peran administrator di UU Cipta Kerja dalam hal pengaturan berusaha di wilayah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sangat menarik. Ini lantaran administrator dapat mengambil alih kewenangan Bea dan Cukai.
“Yang menarik sebetulnya administrator ini akan mengambil alih kewenangan bea dan cukai di mana administrator menurut UU Cipta Kerja pasal 33A, administrator ini dapat ditetapkan untuk melakukan kegiatan pelayanan kepabeanan mandiri,” kata Andry dalam diskusi online INDEF, Senin (2/11/2020).
Bunyi pasal 33A ayat 1 menyebutkan, administrator dapat ditetapkan untuk melakukan kegiatan pelayanan kepabeanan mandiri berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Kemudian, menurut ayat 2 nya disebutkan, pengawasan dan pelayanan atas perpindahan barang di dalam KEK dilakukan secara manual atau menggunakan teknologi informasi yang nanti diselenggarakan oleh pemerintah pusat.
“Itulah kebaruannya dari administrator akan mengambil alih kewenangan dari Bea Cukai di kawasan KEK,” ujarnya.
Hal menarik lainnya dilihat dari pasal 3 UU Cipta Kerja, yakni KEK tidak lagi didorong untuk berorientasi ekspor. Jika menurut undang-undang 39 tahun 2009 pasal 3 disebutkan KEK terdiri atas satu atau beberapa zona, diantaranya zona pengelolaan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi, atau ekonomi lainnya.
Sedangkan menurut pasal 3 UU Cipta Kerja kegiatan usaha di KEK berbasiskan kegiatan bukan satu zona atau beberapa zona, tetapi meliputi 8 kegiatan usaha yakni produksi dan pengolahan, logistik dan distribusi, pengembangan teknologi, pariwisata, pendidikan, kesehatan, energi dan ekonomi lain.
“Nah tadi saya katakan KEK tidak diharuskan untuk berorientasi ekspor karena itu pengelolaan ekspor dihapus di Undang-Undang Cipta Kerja dan langsung ke produksi, pengolahan dan yang terbaru mungkin penyediaan akses pendidikan dan juga kesehatan yang memang dikhususkan untuk kawasan KEK,” jelasnya.
Menurutnya, jika di daerah tersebut tidak ada akses pendidikan dan akses kesehatan itu bisa menjadi salah satu Trigger baru untuk menyediakan layanan akses pendidikan dan Kesehatan.
Tetapi kalau misalnya sudah ada akses pendidikan dan kesehatan namun tetap dibangun juga di kawasan KEK. Maka dibangunnya fasilitas publik tersebut kemungkinan besar menyebabkan ketimpangan akses dan kualitas pendidikan dan kesehatan di KEK.
sumber: liputan6.com